Dua hari yang lalu,
"Mau pesen apa Feb?"
"Hujan-hujan gini, enaknya yang hangat-hangat, bakso saja mbak"
"Oke, pesan 2 bakso pak"
Kemarin,
"Makan apa kita? Nasi saja kali ya? Dari pagi kita belum makan nasi"
"Iya mbak, aku juga mau makan nasi"
"Pesen nasi campur 2 bu"
Hari ini ...
"Pesen pecel 1 bu"
"Kamu apa Feb?"
"Sama mbak, pecel juga"
"Oke, ".
" Bu, Pesen Pecel 2, teh hangat 2".
Yah, seperti itulah beberapa percakapan setiap jam makan tiba. Kebetulan dalam seminggu terakhir, saya dan teman menginap di kabupaten lain, tempat pekerjaan kami yang baru. Jarak kabupaten ini memang hanya 1,5 jam dari kota Mataram tetapi untuk keperluan pekerjaan kami memutuskan menginap dalam seminggu ini. Kami menginap di sebuah rumah teman yang kosong. Kebetulan, teman tersebut baru selesai membangun rumah, jadilah rumah saudara yang ditempati itu dibiarkan kosong. Ketika kami mencari kontrakan tempat tinggal, kami ditawari rumah tersebut. Kami pun setuju, walau dengan konskuensi tak ada peralatan dapur, hanya tersedia sebuah tempat tidur.
Ah, tak apalah dulu. Masalah makan, bisa membeli di warung depan, pikir kami. Toh, hanya seminggu ini menginapnya. Bulan depan saat rumah tersebut full kami tempati, kami akan membawa beberapa peralatan dapur yang dibutuhkan.
Lalu, menginaplah saya dan teman saya di tempat tersebut, berdua, sama-sama perempuan.
Hari pertama, kedua, ketiga dan selanjutnya tak ada masalah. Pagi-pagi kami bekerja, sore pulang ke rumah tersebut. Hanya saja, yang mengganjal adalah setiap jam makan tiba.
Mencari penjaja makanan di tempat itu tidaklah sulit. Warung makan tepat berada di depan rumah tersebut. Beberapa ratus meter, ada lagi warung yang lain. Tinggal pilih, dari bakso, nasi, campur, hingga lalapan ayam. Dan dalam seminggu itu, kami seperti wisata kuliner, mencoba menu satu persatu. Bergantian, 2-3 warung di sekitar itu kami jajaki.
"Oh, bakso di tempat ini, lebih enak"
"Oh, mie ayam-nya begini, tidak pake mie yang di buat sendiri"
"Oh, lalapan di warung yang itu, lebih murah dan nasinya lebih banyak"
Setelah selesai makan, kami pun saling memberi komentar, (tentu setelah sampai rumah), dalam obrolan ringan, hingga tercapai kesimpulan, "kalau mau beli makanan A, di warung yang itu saja".
Begitu seterusnya.
Hingga hari ini.
Namun, selama satu minggu ber-wisata kuliner -ria, satu hal yang menjadi catatan buat diri saya, seberapapun enaknya sebuah masakan di warung makan, lebih enak masakan rumah sendiri...
Kalau mau jujur, dari sepekan membeli makanan dengan berbagai menu, saya justru ingin makan dengan sayur buatan rumah, walau hanya sayur bening dan sambal. Hhmm..rasanya nikmat.
Tetapi, bagaimanapun, saya juga tetap bersyukur masih ada warung tempat membeli makanan sehingga kami tidak kelaparan, hehehe . . .
#Odop
#HariKesebelas
Sign up here with your email
2 komentar
Write komentarSeenak-enaknya masakan di luar, lebih enak masakan istri.. hehehe
ReplyCieee, cieee, iy bang. Lebij enak masakan emak / istri (bagi yg udah punya) :)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon