HPN

Awal tahun ini NTB rasanya semakin ramai saja, berbagai event banyak yang digelar. Spanduk -spanduk ucapan selamat datang atau informasi banyak yang bertebaran. Pekan ini pun baru saja dihelat HPN (Hari Pers Nasional) yang dihadiri langsung oleh presiden beserta menteri-menterinya.

Bagi sebagian orang, terutama pelaku pariwisata tentu sangat senang dengan adanya acara-acara tersebut, dan tentu (semoga) keuntungan dan bisa di dapatkan dari banyaknya tamu undangan yang membeli oleh-oleh, ataupun memakai jasa mereka.  Sebagai orang NTB, saya ikut senang walau tak ikut dalam hiruk pikuk acara tersebut. Maklum, kita warga biasa. Hehehe...

Nah, yang menarik dari acara HPN ini menurut saya adalah sambutan bapak Gubernur saat acara puncak. Beliau berpidato di depan presiden dan para tamu undangan. Jujur saja, saya ngefans sama cara beliau berpidato, sopan, santun, enak di dengar, kata-katanya tersusun rapi, sering mengucap syukur, ah pokoknya enak di dengar dah  (ini pendapat pribadi ya...), belum tentu bagi yang pandai menilai dari segi semantik / wacana dalam berpidato.

Nah, salah satu Isi pidatonya ini membuat saya tertawa, sama seperti tamu undangan yang hadir saat itu adalah tentang bagaimana pengalaman beliau saat kuliah di Mesir. Waktu itu setiap partai politik punya media (koran), sehingga ada satu hal dikalangan mahasiswa yang berkembang saat itu. Katanya, kalau baca koran, isinya ndak ada yang benar, kecuali halaman 10. Jadi, ketika ada teman yang baca sedang membalik-balikkan koran (baca), maka teman yang lain akan mengingatkan, "baca halaman 10 saja"... Karena halaman yang lain, isinya ya versi koran yang bersangkutan. Jadi kebenarannya, (tergantung media).
Lalu kenapa halaman 10? Kata beliau lagi, karena halaman 10 itu berisi berita duka, jadi pasti benar.
Tamu undanganpun tertawa mendengar itu.

Saya pun berpikir, mungkinkah media di indonesia mulai mengarah ke sana? Entahlah. Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Ini perlu penelitian yang mendalam. Kalau di TV sih, bisa sedikit terbaca. Tapi, kita tidak bisa menuduh sembarangan, nanti  dipolisikan lagi. Apalagi sampai kena pasal pencemaran nama baik, hmm.. Ngeri euy...

Kalau diingat-ingat, pelajaran analisis wacana saat kuliah dulu bahwa media itu bisa berpihak, itu dilihat dari bagaimana cara media tersebut memframing sebuah berita.
Nah, balik lagi ke pidato pam Gubernur, setelah mendengar cerita tersebut, tiba-tiba saja terlintas dipikiran saya, " adakah koran di Indonesia yang seperti itu?" Atau teman-teman yang lain pernah menemukan? Saya berharap tidak ada. Apalagi dengan kebebasan pers zaman sekarang. Semoga saja berita - berita yang dimuat tetap berimbang, dan melaporkan kebenaran dalam sebuah peristiwa.

Nah, yang mau menyimak pidato, silakan lihat di youtube :)

#Februari Membara

Previous
Next Post »

3 komentar

Write komentar
#FPG
AUTHOR
12 Februari 2016 pukul 23.14 delete

Framing dan gate keeper nya adalah redaksi. Yang diterima ya berita yg menguntungkan si pemilik media.

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
13 Februari 2016 pukul 13.55 delete

Yupz.. berita yang laku memang yang sesuai idealisme medianya. BUKAN idealisme asas2 kebenaran. Ahh, sudahlah... semoga di Indonesia tidak seperti itu!

Reply
avatar