![]() |
sumber: www.republikapenerbit.com |
Identitas Buku :
Judul : Pulang
Pengarang
: Darwis Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun
terbit : 2015
Cetakan : VIII
Jumlah
Halaman : iii+400
Sinopsis
“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya.
Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mama dibanding di matanya”
Semua bermula saat tokoh Bujang berumur 15
tahun, Ia seorang anak laki-laki yang
tinggal di pedalaman pulau Sumatra. Hidup di kampng Talang, Kampung yang
dikelilingi bukit barisan, di pinggir Hutan Sumatra. Bujang tak bersekolah, ia
hanya menerima didikan dari mamak, Ibunya.
tentang membaca, tentang menulis, tentang belajar sholat, belajar adzan,
itupun diam-diam saat bapak tak ada di rumah. Karena bila ketahuan bapak, mamak
mengajari hal-hal yang diajarkan Tuanku Imam, maka bapak akan menghukum Bujang.
Membiarkan tidur di luar, walau hujan mengguyur tubuh Bujang semalaman. Bapak tiada
ampun padanya. Mamak hanya bisa menangis, karena tak mampu melawan Bapak.
Kisah ini pun bermula sejak kejadian itu.
Kejadian di rimba Sumatra, di tengah hujan deras, di dalam hutan. Sejak Bujang menghadapi raja babi hutan,
Sendirian (Tauke Muda dan yang lain sudah terluka). Sejak Bujang mampu
mengalahkan babi hutan itu, hidupnya berubah. Bujang meninggalkan kampung,
meninggalkan Mamak, meninggalkan Bapak, menjadi anak angkat Tauke Muda. Dan
kisahnya bermula dari sini. Kisah “Si Babi Hutan”. Beberapa tahun sejak
kepindahan, Tauke Muda menjulukinya demikian.
Sejak hari itu, Bujang berangkat dengan izin dan satu pesan Mamak.
Mamak hanya berpesan, jangan makan daging babi dan daging anjing, serta tidak
minum tuak dan arak, menjaga perut dari makanan haram itu. Walau si Bujang
sepenuhnya tidak mengerti maksud mamak, tapi dia tetap melaksankan pesan mamak
tersebut.
Sejak itulah kehidupan Bujang menjadi
tukang Pukul Keluarga Tong dimulai. Bujang menjadi anak angkat Tauke Muda, salah satu penguasa dunia hitam.
Bujang tidak menjadi tukang pukul seperti Bapaknya. Bujang memiliki jalan hidup yang
berbeda, walau akhirnya hasilnya pun sama. Namun lebih dahsyat. Bujang menjadi
“tukang pukul” yang tak biasa.
Bagaimanakah cara Bujang menjadi tukang pukul yang tak biasa? Bujang harus belajar, mengejar ketertinggalannya. Belajar layaknya remaja yang sekolah bersama Frans. Harus melewati ritual Amok sebelum diizinkan belajar menjadi tukang pukul pada Kopong, Guru Bushi, dan Salonga. Perpaduan keempat guru ini membuat Bujang menjadi kekuatan yang ideal untuk menjalankan bisnis keluarga Tong. Cerdas dan Kuat.
Namun, disetiap tingkatan kehidupan yang dijalani Bujang, saat ia mendapatkan suatu keberhasilan, saat itu pula ujian itu datang. Menguji "rasa takutnya" yang lain. Walau ia selalu mengatakan "Aku tak memiliki rasa takut". Rasa yang hadir diam-diam saat menerima sepucuk surat dari kampung.Bagaimanakah cara Bujang menjadi tukang pukul yang tak biasa? Bujang harus belajar, mengejar ketertinggalannya. Belajar layaknya remaja yang sekolah bersama Frans. Harus melewati ritual Amok sebelum diizinkan belajar menjadi tukang pukul pada Kopong, Guru Bushi, dan Salonga. Perpaduan keempat guru ini membuat Bujang menjadi kekuatan yang ideal untuk menjalankan bisnis keluarga Tong. Cerdas dan Kuat.
Bagaimana cara Bujang menyelesaikan rasa
takut itu?
Hal yang tidak pernah saya bayangakan menjadi
awal perjalanan mengakhiri kisah ini. Tere Liye, begitu pandai menata solusi
atas setiap permsalahan diri Bujang. Bujang memang sangat pandai memecahkan
masalah pekerjaan dan masalah Tauke Muda. Tetapi tak pandai memecahkan masalah
dalam dirinya.
Dan, Tere Liye begitu apik memberikan
solusi tersebut. Setiap masalah Bujang, Tere Liye selalau memberikan solusi
yang “aha!” Itu yang saya suka. Pun
demikian dengan solusi terakhir yang Tere Liye tawarkan. Solusi yang membuat Bujang
bisa “Pulang” menemukan jalan baru, jalan pulang, kembali kepada fitrah , pada kebaikan
yang membawanya kembali.
Kelebihan
dan kelemahan Novel
Satu titik kelemahan novel ini sekaligus membuat saya penasaran bagaimana cara Bujang mengalahkan babi hutan? Tere Liye tidak menggambarkan cara Bujang mengalahkan Babi Hutan tersebut. selain itu, Ada hal-hal yang tak masuk akal, menurut saya masih ganjil. Seperti Bujang pandai menyelesaikan soal-soal yang diberikan Frans, padahal Bujang hanya bisa membaca dan menulis. Latar tempat di Novel ini saya rasa kurang detail, tempat kejadian penuh dengan teka-teki, seperti dirahasiakan. Ciri khas Tere Liye, membuat kita menebak-nebak latar tempat kejadian berlangsung.
Satu titik kelemahan novel ini sekaligus membuat saya penasaran bagaimana cara Bujang mengalahkan babi hutan? Tere Liye tidak menggambarkan cara Bujang mengalahkan Babi Hutan tersebut. selain itu, Ada hal-hal yang tak masuk akal, menurut saya masih ganjil. Seperti Bujang pandai menyelesaikan soal-soal yang diberikan Frans, padahal Bujang hanya bisa membaca dan menulis. Latar tempat di Novel ini saya rasa kurang detail, tempat kejadian penuh dengan teka-teki, seperti dirahasiakan. Ciri khas Tere Liye, membuat kita menebak-nebak latar tempat kejadian berlangsung.
Terlepas dari beberapa keganjilan di atas,
sudut pandang orang pertama dengan memakai ‘Aku’ membuat pembaca seperti menjadi
Bujang, pembaca (saya) seperti ikut hanyut bersama Bujang, menikmati
petualangannya untuk menemukan jalan Pulang.
Kelebihan novel ini menurut saya adalah ide
cerita yang sangat kuat. Tere Liye
memang memiliki ide yang sederhana, tentang bagaimana menjalankan pesan/janji
seorang anak kepada Ibunya. Jika pesan seorang Ibu dituruti, tetap diingat, dan
di tepati maka keselamatanlah pada pada hidup sang anak.
Ide lainnya adalah bagaimana menjaga perut
dari makanan yang haram. Jika kita berusaha untuk menjaga diri kita dari
barang-barang yang diharamkan, selalu menjaga diri memakan barang-barang yang
halal, maka itu adalah salah satu cara kita untuk memperoleh hidayah, seperti
yang diungkapkan dalam kutipan berikut.
“berjanjilah, Bujang, berjanjilah satu
hal”.
Aku mendongakkan menatap wajah Mamak yang Sembab.
“Kau boleh melupakan Mamak, kau boleh melupakan seluruh kampung ini.
Melupakan seluruh didikan yang Mamak berikan. Melupakan Agama yang Mamak
ajarkan diam-diam jika bapak kau tidak ada di rumah . . . .’ Mamak diam sejenak, menyeka hidung, “Mamak tahu kau
akan jadi apa di kota sana . . . Mamak tahu
. … tapi, tapi apapun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang,
Kau tidak akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan
menyentuh tuak dan segala minuman haram” (halaman 24)
Penulis Tere Liye seolah ingin menunjukkan
kepada pembaca, tema yang diusung kali ini, bukan hanya sebatas tentang dunia
hitam, shadow economi, mafia, pencucian uang, tapi
juga tentang fitrah manusia, bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Salah
satu tanda kesucian manusia adalah menjaga dirinya dari makanan yang tidak
halal.
Ada dua pesan moral di sini. Bahwa
patuhilah semua pesan orang tuamu, terutama Ibu mu, maka kamu akan “pulang”
kembali dalam keadaaan selamat. Yang kedua, jagalah makananmu, jauhi Daging
Anjing, daging Babi, Tuak, khamar dan barang-barang yang sudah jelas
keharamannya secara zat dalam agama Islam.
Kesucian manusia dilihat dari barang yang
dia makan. Entah itu zatnya ataupun cara mendapatkannya. Walau sedkit
bertentangan, Tere Liye menekankan di sini tentang keharaman zat benda
tersebut. Karena jika ditilik dari cara mendapatkannya, jelas makanan yang
halal, tetapi jika mendapatknnya dengan cara haram, maka akan haram juga.
Apalagi pekerjaan Bujang dan keluarga Tauke Muda, adalah bisnis dunia hitam
yang dilegalkan. Tapi, sekali lagi Tere Liye sepertinya hanya ingin menekankan,
bahwa salah satu jalan kembali pulang adalah menghindarkan diri memakan
makananan yang zat nya haram, mungkin ini bisa membantu untuk kembali menemukan
jalan “Pulang”, yaitu jalan kebenaran, jalan lurus, jalan yang di ridhoi oleh
Tuhan.
Seperti
dikuatkan pada kutipan pada hal 24
berikut.
“Berjanjilah
kau akan menjaga perutmu dari semua itu , Bujang. Agar . . . agar besok lusa,
jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu,, kau tetap punya satu titik
putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu Pulang.”
Kelebihan lainnya adalah
Tere Liye amat piawai memainkan tokoh dan hubungan antar tokoh yang satu dengan
yang lainnya. Meski cerita akhirnya bisa di tebak (setiap masalah yang dihadapi
Bujang, pasti akan mengalami kemenangan), namun cara Tere Liye membuat kejutan
dalam proses penyelesaian tiap masalah itu membuat saya menikmati setiap proses
‘cara Bujang menyelesaikan masalah itu. Contohnya , saat Bujang harus masuk ke
sarang kelurga Lin. Juga saat menyelesaikan pengkhinatan Basyir dan terlibatnya
Tuanku Imam pada proses penyelamatan itu. Sehingga akhir ceritanya bisa di
tebak, tapi prosesnya itu begitu mengejutkan saya. Saya suka itu.
lail_131215
Sign up here with your email
1 komentar:
Write komentarWahhhh....jadi pengen baca bukunya juga..nice post..:)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon