BUKU MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN



CATATAN  SINGKAT  BUKU MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN
BAB  3
“RAMBU-RAMBU SIRAH NABI SAW  DALAM MENEGAKKAN JAMA’AH”

1.      RAMBU PERTAMA DALAM SIRAH NABI SAW MENYEBARKAN PRINSIP-PRINSIP DA’WAH


A.    Jalan yang ditempuh dalam penyebaran
Rambu pertama dalam sirah Nabi saw dalam menegakkan  jama’ah adalah menyebarkan prinsip-prinsip da’wah dan ajaran-ajarannya. Jalan yang ditempuh adalah dengan mengemukakan prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran tersebut kepada  manusia sedikit-demi  sedikit, sesuai dengan kepentingan prinsip-prinsip dan pemikiran serta disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan intelektual manusia dalam memahami dan menguasainya. [1]


Adapun jalan yang dipakai adalah :
1.      Kontak pribadi (ittishal Fardi); cara ini dipakai dalam tahap Sirriyah saat berda’wah.  Dalam tahapan ini Rasulullah mendatangai  secara pribadi, kerabat dan teman dekatnya yang dapat dipercaya untuk menjaga apa yang disampaikannya, kemudian  meminta mereka untuk menerima dan merahasiakan hal tersebut, baik diterima atau tidak.[2]
Contoh tahapan ini berjalan ketika da’wah disampaikan kepada Khadijah dan Ali Bin Abi Thalib.
2.      Kontak Umum (Ittishal Jama’i)
Cara ini oleh para ahli sirah disebut “tahapan da’wah secara terang-terangan”. Dalam tahapan ini da’wah menggunakan semua media massa. Dimasa sekarang, media massa tersebut misalnya surat kabar, televisi, buku, khutbah, ceramah, seminar, dan lainnya, untuk menyebarkan pikiran-pikiran dan prinsip-prinsip da’wah kepada semua tingkatan manusia [3].
Sarana yang dipakai Rasulullah saw dalam tahapan ini antara lain:
a)      Mengumpulkan manusia dalam suatu jamuan makan di rumahnya, kemudian menyampaikan prinsip-prinsip da’wah kepada mereka;
b)      Mengumpulkan manusia di berbagai tempat, kemudian menyampaikan risalah Allah kepada mereka;
c)      Pergi ke tempat-tempat manusia dan menyampaikan da’wah Allah kepada mereka;
d)     Pergi ke berbagai negera untuk menyampaikan da’wah;
e)      Mengirim surat kepada para kepala suku dan Raja.

B.     Aspek penataan dalam penyebaran da’wah.
Aspek penataan (tanzhim) atau program kerja bagi penyebaran da’wah
a).  Hendaknya para da’I menentukan prinsip-prinsip yang akan dimulai penyebarannya sesuai dengan kepentingannya dalam da’wah. Sebab, ketika Allah menurunkan  wahyu kepada nabi dan Rasul-Nya, ia menetapkan prinsip yang utama dan terpenting bagi da’wahnya. Yakni prinsip yang pertama  bagi seluruh nabi dan Rasul yang mulia : Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada Ilah selain daripada-Nya.[4]
b).  Membuat kesepakatan bersama orang yang telah menerima  da’wahnya dan meyetujui prinsip yang ditentukannya, agar masing-maisng pribadi merekrut satu orang dalam jangka waktu tertentu, secara estafet.

2.      RAMBU KEDUA  DALAM SIRAH NABI SAW: PEMBENTUKAN DA’WAH

A.    Pengertian Takwin (Pembentukan)
Rambu kedua  sirah Rasuulah saw dalam membina jama’ahnya adalah pembentukan da’wah. Pembentukan (Takwin) merupakan tindak lanjut dari rambu pertama sirah Rasulullah baik dalam kontak pribadi maupun jama’i. karena diantara orag-orang  yang sudah mendapatkan peneyebaran da’wah tersebut ada yang menerima dan meyakini  dakwah adapula yang menolaknya. [5] Contohnya adalah da’wah Rasulullah kepada Ali bin Abi thalib, dan Abu Thalib secara Sirriyah dan secra jahriyah da’wah Rasulullah kepada suku-suku Quraisy.

Pengertian rambu ini adalah  Pembentukan (Takwin) orang-orang yang telah menerima da’wah tersebut atas dasar-dasar da’wah, dan mensibghah mereka sesuai  dengan kandungan pemikiran dan ajaran-ajaran da’wah.  Pembentukan (Takwin) yang dimaksud dalam rambu ini adalah masuk dalam lingkup tarbiyah (pembinaan) dan Ta’lim (pembekalan keilmuan).

Adapun untuk  kelompok pertama, yang menolak da’wah, status mereka tetap pada rambu pertama. Hubungan da’wah dengan kelompok ini adalah tabligh dan indzar (pemberi peringatan), hingga Allah memberikan keputusan dan mengizinkan untuk melakukan konfrontasi dan menundukkan mereka kepada da’wah Islam.

B.     Contoh gerakan dalam rambu ini
Contoh gerakan dlam rambu ini adalah menyampaikan khutbah dari ceramah dari atas mimbar di berbagai masjid, seminar, universitas dan forum-forum umum lainnya.  Dan juga melakukan Takwiniyah untuk dirinya sendiri. Ikut menuntut ilmu dan mendatangai halaqah-halaqah untuk mengisi ruhiyah sendiri.
           Selain berkewajiban meyampaiakn da’wah, paara da’I juga berkewajiban membina dan membentuk manusia sesuai dengan aqidah dan akhlak da’wah. Jika tidak, mereka tidak akan sampai pada tujuan yang diahrapkan. [6]

C.    Syi’ar Tahapan ini
Diantara  syi’ar terpenting rambu kedua ini ialah pengarahan Allah kepada nabi-Nya dan para da’I sesudahnya. Dalam  QS. Al Kahfi ayat 28, ayat ini memerintah Nabi saw bersabar atas kekurangan dan kesalahan-kesalahan orang-orang yang menerima  da’wahnya, bersabar melakukan kesalahan; dan bersabar atas keraguan mereka dalam menerima pengarahan.  

D.    Sasaran tahapan ini
Sasaran rambu ini adalah terdapat dalam QS. Jumu’ah ayat 2. Ayat ini menjelaskan sasaran dalam rambu ini ialah mengubah akal yang ummi (jahalah) kepada ilmu, hikmah, dan ma’rifah, dan mengubah moral dan perilaku  dari kesesatan dan kemerosotan kepada kebersihan dan kesucian (tazkiyah). Semua ini tidak dapat diwujudkan kecuali dengan tarbiyah dan ta’lim, itulah esensi Takwin.

E.     Sisi penataan dalam  rambu ini
Cara –cara yang dilakukan Rasulullah saw adalah:
a)      Takwin (kaderisasi ) dalam tahapan Sirriyah; dalam tahapan ini Rasululullah membagi orang-orang  yang telah menerima  da’wahnya untuk diTakwin dalam beberapa kelompok kecil (khalaya). Masing-masing kelompok beranggotakan 3-5 orang dan mengadakan pertemuan setiap hari atau secara berkala pada tempat dan waktu yang berlainan.

b). Takwin (Kaderisasi ) pada Tahapan ‘Alaniyah;  Cara yang ditempuh adalah :
*      Membuat beberapa halaqah  Jama’iyah yang berjumlah besar
*      Mengadakan perjalanan (rihlah) Jama’iyah tertentu
*      Mengkondisikan situasi umum terhadapa da’wah melalui khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah umum/
c).  Takwin (kaderisasi ) dalam tahapn Sirriyah dan ‘Alaniyah; pada tahapan ini cara yang dilakukan adalah  secara terang-terangan dan diketahui semua orang. Contoh  yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sedangkan yang dilakukan secra sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui banyak orang. Contohnya kelompok musim lemah yang menyembunyikan keislamannya. 
3.      RAMBU KETIGA: KONFRONTASI BERSENJATA TERHADAP MUSUH DA’WAH

A.    Kedudukan  Rambu ini di antara kedua rambu sebelumnya.
Karakter rambu pertama adalah membagi manusia menjadi dua kelompok : 
 

B.     Menghadapi penentang da’wah dalam dua periode
Sirah Rasulullah saw data dibagi dalam dua periode :
Pertama, diawali dari kenabian sampai hijarh;  Kedua, sejak Rasullullah saw menetap di Madinah.
Diantara rambu da’wah yang paling menonjol pada masa sebelum hijrah ialah penyebaran da’wah, pembentukan nilai-nilai da’wah, dan pelarangan segala bentuk fisik, Syiar periode ini adalah A Muzammil ayat , annisa ayat 77.
           Sedangkan untuk periode kedua, bersifat konfrontasi/ berperang. Namun disesuaikan dengan syarat-syarat tertentu. Terdapat dalam QS At Taubah ayat 14 dan An Nisa ayat 9.

C.    Kapan diadakan Konfrontasi
Mengenai waktu/ kapan dilakukan konfrontasi merupaka wewenang pemimpin untuk mengambil keputusan.  Sebab pimpinan itulah yang memegang kendai segala persoalan dan yang mnegetahui segala informasi tentang itu.
           Adapun pengarahan Islam untuk menentuukan titik tolak dalam melakukan konfrontasi bersenjata melawan kebatilan :
Pertama : Independensi Bumi tempat tegaknya Jama’ah
1). Independensi (Istiqlaliyah);  makna independensi bumi tempat tegaknya jama’ah ialah bahwa jama’ah tersebut harus berkuasa penuh terhadap bumi tempat berpijak dan melancarkan aktivitasnya. Contohnya kemandirian ekonomi, keamanan jalur komunikasi dan sarana pertahanan yang memadai.
2). Mencari Bumi (Basis Geografis) dalam Sirah Rasulullah saw; sejak pertama diangkat sebagai nabi, Rasulullah saw berusaha menacari bumi  (basis geografis) yang dapat dijadikan  tempatata pusat melancarkan jihad bersenjata. Disamping mencari orang-orang yang dapat membelanya dalam jihad tersebut.
Kedua :  Jumlah yang memadai
Maksudnya anggota jama’ah yang akan bertempur hendaknya mencapai jumlah  atau persentase tertentu dibandingkan tentara musuh. Jumlah dan persentasetersebut berdasarkan nash-nash syari’at berikut :
1.      Pengertian jumlah pada dua ayat mushabarah;
“ Hai Nabi, kobarkanlah semangat para Mu’min itu untuk berperang.  Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika seratus orang (yang sabar) di antara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu dari orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti . . . (Al Anfal 65-66).
2.      Hadist-hadist nabi tentang penentuan jumlah
Imam Ahmad meriwayatkan : Dari Ibnu Abbas ra ia berkata : RAsulullah saw bersabda : sebaik-baik sahabat empat orang, sebaik baik sariyah empat ratus orang, dan sebaik-baik tentara empat ribu orang. Dan tidak akan kalah jumlah dua belas ribu karena sedikit.
3.      Sirah Nabawiyah menentukan Jumlah
Rasulullah saw memasuki perang Badr qubra dengan tiga ratus sekian belas orang. Ini merupakan isyarat tentang jumlah yang dengannya pimpinan Islam dalam jam’ah menentukan momentum perlawanan menghadapi kebatilan.
4.      Perkiraan Umar ra
Setelah masuk islam, Umar ra pernah menghadapi usaha pembunuhan dari kaum Musyrikin. Dalam menghadapi mereka ini Umar mengeluarkan tantangan, dan sekaligus mengandalkan jumlah kaum muslimin tiga ratus orang. Dengan jumlah ini jama’ah Islam bisa menghadapi kekuatan kafir.
4.      RAMBU KEEMPAT : SIRRIYAH DALAM KERJA MEMBINA JAMA’AH
Faktor yang menjamin keberlangsungan proses pembinaan jama’ah tersebut dalam dengan selamat.  
a.       Sirriyah dalam gerak pembinaan jama’ah
b.      Bersabar atas segala kesulitan
c.       Menghindari konfrontasi melawan kebatilan dalam dua tahapan awal; penyebaran dan Takwin

A.    Pengertian Sirriyah
Maksud Sirriyah dalam kerja membina jama’ah ialah membatasi pengetahuan program kerja pada lingkungan pimpinan. Setiap individu dalam kerja Sirri ini- tidak boleh mengetahui tugas anggota lain, tetapi harus mengetahui tugas pribadinya.

B.     Kesalahan dalam memahami Sirriyah
1.      Kelompok pertama;  kelompok ini tidak  mau membicarakan tema-tema da’wah dan menjauhi segala sesuatu yang mengarah ke sana. Bahkan ada yang mengingkari  beberapa bentuk perwujudan Islam. Kemudian mereka meniru beberapa tradisi non islami, supaya tidak dituduh fanatik, dan menyembunyikan identitasnya sebagai orang pergerakan.
2.      Kelompok kedua; mereka ini mencampuradukkan antara sesuatu yang harus dijelaskan dengan sesuatu yag harus dirahasiakan. Mereka mengobral segala sesuatu pada setiap tempat dan kepada siapa saja.

Kesimpulan : Sirriyah  adalah suatu prinsip yang sangat penting dan harus dipegang teguh sepanjang gerakan pembinaan jama’ah.  Terutama pada tahap-tahap pertama, agar tidak dipukul dalam usia bayi. Sirriyah hanya menyangkut  aspek penataan  (tanzhim) saja, bukan menyangkut aspek pemikiran atau nilai-nilai Isam yang harus dikemukakan. [7]

5.      RAMBU KELIMA: BERSABAR ATAS GANGGUAN MUSUH

A.    Bersabar pada tahapan Takwin
Diantara faktor penting yang dapat melindungi  struktur jama’ah  pada tahap Takwin ialah kesabaran anggota Jama’ah  dan keberhasilan mereka meredam emosi dalam menghadapi gangguan   dan ejekan musuh.

B.     Fenomena pengulangan perintah bersabar
“ dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka denga cara yang baik (al Muzammil :10) 
            Berulang-ulangnya perintah bersabar pada ayat-ayat makiyyah, menujukkan pentingnya sifat ini dalam  memelihara eksistensi  Jama’ah, dan perlunya sifat ini dimiliki oleh seluruh anggota ama’ah terutama pada tahapan Takwiniyah.

C.    Dalil-dalil tentang kesabaran Rasulullah saw da para sahabatnya dalam mneghadapi gangguan
Sikap sabar ini tercermin dalam seluruh keadaaan mereka di Mekkah sebelum hijrah. Tidak ada satupun keadaaan da’wah Islam di Makkah pada tahapan trsebut kecuali menampakkan sifat kesabaran mereka.

D.    Beratnya penyiksaan atas Jiwa Rasulullah saw
Beratnya beban penderitaan tersebut dalam bnetuk caci maki, penghinaan, ejekan, penganiyaan, pemerkosaan, penyiksaaan,  pembunuhan, pengusiran, dll.

6.      RAMBU KEENAM : MENGHINDARI MEDAN PERTEMPURAN

A.    Pengertian
Fikrah menghindarkan anggota jama’ah dari medan pertempuran dengan melakukan hijrah, adalah faktor yang dapat memelihara anggota jama’ah dari kekejaman Quraisy dan meloloskan jama’ah dari penghancuran dan pemberangusan.

B.     Pentingnya rambu ini dalam melindungi jama’ah
Sesungguhnya fikrah menjuhi konfrontasi pada tahapan Takwin (di mana jama’ah belum kuat melakukan konfrontasi) , adalah sikap yang diwajibkan Islam dan dituntut  oleh keadaan jama’ah pada tahapan yang masih awal.  Jadi, menjauhi medan pertempuran  dalam tahapn Takwiniyah merupakan upaya perlindungan bagi pelaksanaan ibadah kepada Allah.  

C.    Pelaksanaan rambu ini dalam kehidupan RAsulullah saw
Pelaksanaan rambu ini dalam kehidupan Rasulullah  saw nampak jelas, dan hasilnya pu sangat terpuji. Di antara hasilnya yang paling gemilang adalah kembalinya kaum Muhajirin ke Mekkah sebagai penakluk, setelah berhimpun  di suatu tempat yang aman, yaitu Madina Munawwaroh.

D.    Rambu ini berhasil menggagalkan usaha pembunuhan Rasulullah saw
Perintah  untuk meninggalkan kota Makkah (dalam rangka menghindari pertempran dengan musuh) ditujukan kepada semua lapisan dalam jama’ah, yang kuat, yang lemah, yang tidak memiliki pembela ataupun yang memiliki pembela. Akhirnya, pimpinan- dalam hal ini adalah Rasulullah saw, bergerak melakukan hijrah ke Madinah. Dengan demikian,selamatlah jama’ah seluruhnya dari penghancuran. Termasuk rencana pembunuhan Rasulullah saw oleh kafir Quraisy digagalkan oleh Allah swt.


Sumber :
Judul Buku     :  Menuju Jama'atul Muslimin
Pengarang      : Hussain bin Muhammad bin Ali JAbir, M.A.
Penerbit         : Rabbani Press
Tahun Terbit : 2001

[1] Hal.  171
[2] Hal. 172
[3] Hal. 173
[4] Hal. 176
[5] Hal 179
[6] Hal. 182
[7] Hal. 214
 
Previous
Next Post »